Mapia, DogiyaiPos — Di tenah situasi yang terkesan biasa-biasa saja, jeritan sunyi terdengar dari wilayah Simapitowa. Hutan, sungai, dan tanah yang menjadi sumber kehidupan masyarakat adat Simapitowa (Siriwo, Mapiha, Pihaihe, Sukikai Selatan, Topo Wanggar) kini di ambang kehancuran. Di antara kegelisahan itu, seorang pemuda berdiri menyuarakan keprihatinan dan ajakan: Musa Boma, Ketua Forum Peduli Alam dan Manusia Mapia.
“Yang pertama adalah Alam Simapitowa ini benar-benar sudah dan sedang dihancurkan oleh berbagai perusahaan yang ada ini,” tegas Musa melalui pernyataan tertulisnya, Selasa (17/06) pagi kepada DogiyaiPos.
Dalam pernyataannya, Musa menyebut beberapa perusahaan yang dianggap berperan dalam kerusakan wilayah adat, termasuk TP. Zommalion Indonesia Heavy Industry di Wakiya Kali Ibouwo, Perusahaan Kayu Jayanti Timber, serta berbagai penambang emas ilegal yang tersebar di sepanjang Degeuwo.
“Perusahaan Ilegal PT. Zommlion di Wakiya Kali Ibouwo, Perusahaan Kayu Jayanti Timber, dan berbagai macam perusahaan emas ilegal yang ada di sepanjang Degeuwo yang pemiliknya ada yang dari luar ngeri, itu ancam serius terhadap alam dan manusia Simapitowa,” ungkapnya.
Bagi Musa, apa yang sedang terjadi di tanah Simapitowa bukan sekadar ancaman, tapi kenyataan yang berlangsung di depan mata. Dan ironisnya, banyak pihak justru memilih diam.
“Situasi hancurnya Alam Simapitowa sudah seperti ini dan kita sedang lihat tapi malas tahu, terjadi proses pembiaran dan tidak sadar akhirnya Wilayah Simapitowa besar sedang dikepung habis-habisan oleh perusahaan,” ucapnya penuh keprihatinan.
Ajakan untuk Menjaga dan Menegaskan Batas Adat
Melihat kondisi ini, Musa menyerukan kepada masyarakat, terutama masyarakat adat Simapitowa, untuk bersatu dan menyelesaikan batas adat dengan sejumlah kabupaten tetangga, yaitu Nabire, Dogiyai, Paniai, Deiyai, Timika, dan Kaimana. Ia menyebut bahwa beberapa langkah telah mulai dikerjakan, termasuk penanaman papan nama batas adat.
“Kepada semua pihak terutama Orang Simapitowa, mari bersatu untuk selesaikan batas adat dengan Kabupaten Nabire, dengan Dogiyai, dengan Paniai, dengan Deiyai, dengan Timika, juga dengan Kaimana,” ajaknya.
“Saya sebagai ketua Tim Peduli Alam dan Manusia Mapia sudah kerjakan beberapa langkah, seperti penanaman papan nama batas adat mulai dari Ibouwo sampai Obeimaida,” jelas Musa.
Ia juga menegaskan bahwa langkah tersebut harus dilanjutkan ke wilayah lain agar batas adat semakin kuat dan terlindungi.
“Dari Obeimaida harus lanjutkan penanaman papan nama itu harus sampai di Kobougepuga, lanjut sampai di Tanah Hitam KM 21 di Bukit Rindu supaya tanah adat kita ini terlindung,” tambahnya.
Musa mengingatkan bahwa bagi masyarakat Simapitowa, alam bukan hanya ruang hidup, tetapi juga sumber pengharapan.
“Alam merupakan pasar gratis bagi rakyat Simapitowa dan sumber kehidupan dan pengharapan bagi rakyat Simapitowa. Maka perlu kita jaga, lestarikan karena generasi Milenial Mapia ini punya harapan hidup di atas Alam Simapitowa bersama rakyatnya,” ujarnya.
Mubes Simapitowa adalah Langkah Awal
Musa mengusulkan agar Musyawarah Besar (Mubes) Simapitowa segera diselenggarakan, sebagai wadah bersama untuk membahas langkah penyelamatan tanah dan alam Simapitowa. Apalagi, katanya, sudah ada pemekaran Provinsi, dan isu akan diambilkan sebagian wilayah adat untuk eksploitasi sudah terdengar walaupun hanya isu dari mulut ke mulut.
“Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah Mubes Totamapiha segera dilakukan saat Musyawarah Besar, kita semua bahas dan ditetapkan sebagai langkah kerja kita bersama melindungi Alam kita, tanah kita yang sedang hancur ini,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Yohanes Kuayo, anggota DPRD Kabupaten Dogiyai dari partai Perindo, mendukung diselenggarakannya Mubes Simapitowa.
“Situasi terkini di masyarakat adat Simapitowa tidak baik-baik saja. Ada banyak perusahaan masuk juga dan ambil seenaknya, merugikan masyarakat. Saya dukung dan semoga ada Mubes dalam waktu dekat ini,” kata Kuayo berharap.
Menurut Kuayo, senada dengan Musa, dalam Mubes, semua hal dapat didiskusikan agar dicapai kata sepakat yang tertulis dan bisa dipegang sebagai pegangan bersama. (BT)