Oleh, Yusuf Dogomo )*
(Ini adalah lanjutan dari bagian 1. Disarankan agar pembaca sudah membaca bagian pertama disini: Klik!)
Sekilas Pandang Koheidaba sebagai Penyelamat
Koheidaba merupakan salah satu tokoh penting dalam kebudayaan kehidupan suku Mee. Koheidaba adalah tokoh yang membawah keselamatan bagi masyarakat di suku Mee. Koheidaba merupakan satu tokoh yang dikatakan oleh suku Mee adalah Ugatame (Tuhan) bagi suku Mee karena kehadiran-Nya manusia suku Mee bisa memperoleh kehidupan. Pada zaman dulu di dalam kebudayaan tradisional suku Mee sempat mengalami suatu kelaparan terbesar yang bahkan sampai merengut banyak jiwa manusia yang disebabkan/diakibatkan oleh karena kelaparan merajalela di seluruh di Meuwodide. Semua manusia suku Mee pada saat itu marasa bahwa mereka tidak memiliki harapan hidup lagi untuk masa depan mereka. Sehingga, suku Mee benar-benar merasa bahwa tidak ada lagi jaminan harapan hidup di masa depan. Masa depan dihadapan mereka seakan menghilang dari kenyataan kehidupan yang dihadapinya. Walau suku Mee merasa kehilangan masa depannya dan mengalami kelaparan yang sangat besar akan tetapi di dalam setiap kehidupan, mereka tidak pernah keluar dari kehidupan mereka. Mereka ada dan hidup dalam kenyataan kelaparan yang melanda. Suku Mee yang tidak pernah keluar dari kehidupannya itu hidup dalam suasana yang penuh dengan keharmonisan. Saling berbagi dan saling mencintai adalah yang paling utama . Dalam setiap kehidupan dalam kebersamaan mereka saling berbagi cerita tentang, nilai-nilai, norma, hukum-hukum adat serta larangan-larangan yang ada, hidup dan berkembang dalam kehidupan mereka. Hukum-hukum adat yang berlaku dalam kebudayaan tradisional suku Mee terlihat melalui bentuk larangan-larangan seperti jangan membunuh, jangan bercina, jangan mengingini kekayaan milik orang lain, hormat terhadap mereka yang lebih tua dari kita, menghormati ayah dan ibu dan lain sebagainya. Kemudian, dalam kebudayaan tradisional suku Mee menjaga keharmonisan dengan sikap manjaga tempat sakral, menjaga kekudusan ataupun kesucian, menjaga moral dan etika serta menjaga kesusilaan. Sehingga, nilai-nilai moral, etika, kesusilaan, hukum adat dan semua-semuanya itu ditanamkan oleh orang Mee sejak dahulu kala jauh sebelum berkontak dan berkontaminasi dengan agama modern. Sebab, nilai-nilai dan norma-norma hukum adat yang berkembang dan diwariskan itu sudah ada dan berkembang subur dalam kehidupan suku Mee maka dalam kehidupannya mereka meyakini, menghayati dan menjalaninya. Itu merupakan nilai-nilai pokok atau pedoman hidup yang menyelamatkan manusia Mee di Meeuwodide di masa depan.
Pada zaman dahulu kala dalam kehidupan tradisional suku Mee dengan hati yang penuh murni menyimpang harapan yang misteri. Harapan itu karena kerahasiaannya belum pernah disentuh dan belum pernah dibicarakan kepada siapapun. Dan kerahasiaan itu hanya bole dan bisa diketahui oleh sekelompok orang saja. Orang-orang yang mengetahuinya pun terbatas dan tertentu. Ketertentuan itulah kerahasiaannya. Harapan seperti apa itu belum bisa diketahui oleh semua orang karena sesuatu itu adalah tabuh dan tidak boleh untuk diceritakan kepada sembarangan orang. Oleh karena sifat kerahasiaannya maka mereka punya kesabaran yang tinggi. Mereka menunggu harapan itu berabad-abad. Mungkin harapan yang ditungguh-tungguh itu terjadi melalui alam dan leluhurnya sendiri. Alam dan leluhur adalah bagain dari kehidupan manusia Mee. Setelah proses yang Panjang dan lama di lewati dalam berabad-abad harapan ditunda-tunda sudah mulai ada dan muncul. Harapan itu adalah dengan munculnya Koheidaba itu sendiri. Koheidaba adalah seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu disebut Koheidaba. Koheidaba yang artinya anak kecil. Koheidaba berasal dari dua suku kata yakni Kohei dan daba. Kohei berarti anak, nama dan daba berarti kecil. Jadi, koheidaba berarti anak yang kecil, anak kecil, orang kecil, dan lain-lain.
Kehadiran Koheidaba berawal mula disaat kelaparan melanda dalam kehidupan Meuwodide. Disaat kelaparan merajalela di Meuwodide muncullah Koheidaba. Situasi pada saat itu, masyarakat Meuwodide mengalami krisis secara besar-besaran. Krisis yang dialami mereka adalah krisis akan makan dan minum yang merengut nyawa banyak orang dalam kehidupan manusia Mee saat itu. Disaat situasi kelaparan yang melanda mereka ada seorang mama tua namanya adalah Kibiwo. Kibiwo ini pergi buang air kecil disamping rumah mereka. Air kencin yang keluar adalah dalam bentuk darah. Air yang keluar adalah bukan air kencin biasa, bukan air putih tetapi air darah yang keluar sehingga di dalam hatinya ia bertanya-tanya. Sebab, air yang keluar adalah air kencin darah. Walau Kibiwo mengalami peristiwa darah itu tetapi ia tidak menceritakan peristiwa itu kepada mereka yang lainnya termasuk keluarganya. Beberapa saat kemudian suara bayi yang sedang menangis sehingga mereka semuanya keluar dari rumah mereka mencari sumber suara. Ternyata suara tangisan seorang bayi di tempat Kibiwo buang air kecil di samping rumah mereka. Lalu Seseorang dicek dan melihat tempat yang Kibiwo kencing. Disana mereka menemukan bahwa seorang bayi yang sedang menangis. Mereka terheran-heran, mereka ragu-ragu dan mereka pun merasa takut melihat bayi itu. Supaya keluarganya itu jangan takut dengan peristiwa itu, Kibiwo langsung saja menceritakan peristiwa yang terjadi pada dirinya. Tetapi yang diceritakan Kibiwo berdasarkan pengalamannya itu ada yang percaya tetapi juga ada yang tidak percaya, masih meragukan. karena mereka berpikir bahwa melahirkan manusia itu tanpa melakukan berhubungan, tidak mungkin bayi itu dilahirkan. Dan pada waktu itu bayi tersebut hampir saja dibunuh, tetapi perempuan tua itu sembunyikan bayi itu. Alasan mereka mau membunuh anak itu karena perempuan belum hamil lalu melahirkan anak bayi dari kencing darah Kibiwo. Dan pada akhirnya rencana mereka untuk membunuh bayi itu tidak terjadi karena perempuan tua itu menyembunyikan anaknya itu. Ketika perempuan tua itu membesarkan bayi itu dipelihara dengan segala kewaspadaan, karena perempuan itu tahu bahwa apabila diketahui oleh rumah tangga atau masyarakat di kampungnya itu pasti akan membunuhnya. Anak ini belum makan selama enam bulan. Sampai pada usia 5 tahun suatu hari anak itu membuang air besar/berak di samping rumah. Setelah dua hari atau tiga hari kemudian di samping rumah itu terjadi sesuatu yang ane menurut mereka yang sebelumnya belum pernah terjadi hal itu dan hal itu baru terjadi. Pada waktu itu orang-orang sangat heran dan bertanya-tanya tidak mungkin hal itu terjadi. Kejadian aneh yang terjadi disana adalah bertumbuh subur sagala jenis tanaman dan pohon-pohon yang buahnya bisa dimakan. Setelah mereka melihat segala jenis tanaman seperti keladi, tebu patatas,sayur gedi, sayur hitam atau ugubo dll, mereka sangat bahagia. Pristiwa ini terjadi ketika seluruh masyarakat di Meuwodide suku Mee yang lagi sedang mengalami kelaparan yang sangat luar biasa dan dasyat.
Makna Refleksi Teologis Kristiani Konsep Ugatame Dalam Kebudayaan Suku Mee
Kitab Suci Perjanjian Lama berkisah tentang penciptaan. Terlebih khusus, Allah menciptakan manusia pertama dan segalah isinya. Kisah penciptaan dikisahkan terutama dalam kitab Kejadian. Kitab Kejadian balam bahasa Genesis. Genesis yang artinya kejadian. Kejadian yang di maksud adalah proses penciptaan yang berlangsung. Kejadian adalah suatu karya yang terjadi. Karya yang terjadi di dalamnya itu disebut kejadian. Jadi, kejadian merupakan karya Allah yang berwujud. Karya Allah yang berwujud adalah yang tercipta. Maka, segala yang diciptakan dalam kejadian adalah bentuk karya Allah yang nyata. Kenyataan kejadian dalam Perjanjian Lama memperlihatkan bahwa Allah berupaya memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Siapa yang melihat karya ciptaan-Nya maka ia telah melihat Allah. Sebab, Allah adalah misteri sehingga melalui proses daya dan upaya-Nya Ia menyatakan diri-Nya dalam wujud yang lain. Tanda bahwa Allah adalah pencipta terwujud melalui Allah yang berkarya mencipta dari ketiadaan dengan bersabda maka jadilah… Dari sebuah kejadian kemisterian ini maka Allah dengan sabda-Nya menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Kemudian, pada hari yang terakhir dengan tangan-Nya sendiri Allah membentuk manusia pertama. Manusia pertama yang dibentuk-Nya diberikan kepercayaan untuk merawat, menjaga dan memelihara serta menguasai karya ciptaan-Nya. Disini, Allah memberikan suatu ruang bebas atau kebebasan untuk manusia pertama. Kebebasan bermaksud untuk kelestarian atas semua dan segala yang diciptakan Allah. Namun, kebebasan tidak di pergunakan semestinya berdasar kepercayaan. Sehingga, manusia pertama itu jatuh kedalam dosa maka diusirlah mereka keluar dari taman Eden. Mereka diusir keluar di Timur taman Eden. Satu bentuk hukuman penyalahgunaan kebebasan maka mereka atau manusia pertama di kutuk beranak cucu dengan kesakitan dan dengan hasil keringat dan kerja keras menghidupi kehidupan beserta anak-anaknya yang lahir dari keturunannya. Tetapi, Allah tidak membiarkan manusia pertama yang jatuh dalam penyalahgunaan kebebasan melainkan Allah terus menyertai mereka. Sebab, manusia pertama adalah gambar ciptaan-Nya. Jadi, Allah adalah pencipta manusia dan semesta adalah ciptaan-Nya dalam batasan kejadian kulturnya.
Tradisi kebudayaan suku Mee sudah mengenal yang namanya Allah dalam konsep keyakinan mereka. Pengenalan Allah sudah berada jauh sebelum penyebaran ajaran agama Kristiani. Penyebaran agama Kristiani dan ajarannya adalah yang datang kemudian dalam kerangkah menggenapi kepercayaan yang sudah ada jauh sebelum segalah yang berbau luar masuk. Sehingga, Allah sebagai pencipta bagi suku Mee bukan merupakan soal baru karena suku Mee mengenal pencipta mereka adalah Ugatame (Pencipta Manusia), Wadomee (Manusia Di atas) Poyamee (Manusia Ajaib), Initai (Bapa Kami), Pupu-Papa (Terang, Cahaya). Pengenalan manusia Suku Mee tentang Ugatame sebagai pencipta manusia Mee maka mereka sangat menghargai karya ciptaan tangan Tuhan yang terjadi atas manusia suku Mee. Mereka menghargai kosmos atau alam semesta adalah hasil karya Tuhan. Mereka menghargai segala jenis binatang baik yang di darat maupun yang dilaut, baik yang dibawah bumi maupun yang di atas langit yang merupakan karya tangan Tuhan. Mereka menghargai gelap dan terang, siang dan malam yang adalah bagian dari karya tangan-Nya. Mereka menghargai Oda-owaeda (Pagar, rumah dan kebun) sebagai pagar kehidupan. Mereka menghargai nota nomo (petatas dan keladi) sebagai makanan kehidupan yang keluar dari tubuh Tuhan. Makan petatas dan keladi adalah makan tubuh Tuhan. Maka, mereka sangat menghargainya. Mereka menghargai segala sesuatu yang ada dalam alam semesta adalah bagian dari kehidupan mereka yang adalah hasil karya tangan Tuhan. Jadi, dalam tradisi kehidupan suku Mee memandang segala sesuatu bagian dari dirinya, bagian dari kehidupannya dan mereka adalah hasil karya Tuhan sehingga diantara mereka tercipta relasi yang sangat harmonis, tidak dapat dipisahkan, dan tidak dapat dikelompok-kelompokkan serta tidak dapat dibeda-bedakan. Ketika salah satu diantara mereka yang hilang dari keberadaannya maka yang lainpun ikut merasakan kehilangan sebab suku Mee memandang sebagai bagian dari kehidupan mereka. Kehidupan diantara mereka saling melengkapi, saling merawat dan saling menjaga. Ini merupakan bukti nyata bahwa karya Allah tidak dapat dikotori oleh segala macam jenaka kekuasaan yang bersifat memusnahkan dari segala sesuatu yang telah diciptakan Ugatame yang adalah pencipta.
Oleh karena itu, konsep berpikir tentang Tuhan sebagai pencipta, pengadah dari segalah sesuatu yang ada maka di dalam kehidupan kepercayaan tradisional suku Mee sudah terlebih dahulu mengenal Tuhan yang adalah pencipta itu sendiri. Sehingga, kepercayaan yang dibawah oleh dedominasi agama lain merupakan kemudian dari kepercayaan tradisional yang sudah berkembang lama sejak tetek-nenek moyang Suku Mee diciptakan Ugatame. Jadi, suku Mee sudah mengenal Tuhan sudah sejak sediah kala dunia diciptakan bersamaan dengan manusia Mee.
(Bersambung ke bagian III, Klik!)
Yusuf Dogomo adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura, Jayapura.