Mencoba Memaknai Konsep “Ugatame” dalam Kebudayaan Suku Mee (Bagian I)

Oleh, Yusuf Dogomo )* 

(Oleh karena keterbatasan ruang, tulisan ini telah dibagi menjadi tiga bagian. Ini badalah bagian 1).

Siapakah Suku Mee

Jauh sebelum mengulas tentang konsep pencipta dalam suku Mee terlebih dahulu kami menyajikan, menguraikan tentang siapa itu suku Mee. Suku Mee adalah manusia sejati. Manusia sejati berarti manusia yang berbudaya. Manusia yang berbudaya berarti manusia yang berurat berakar dengan adat istiadat dan kebiasan hidup setempat. Pemaknaan tentang manusia sejati tidaklah terbatas dengan uraian yang terbatas. Melainkan, pemaknaan jauh lebih luas dan dalam sehingga manusia sejati belum cukup untuk dirangkai dalam pemaknaan kata dan bahasa  yang terbatas. Sebab, bahasa nasional yang adalah bahasa Indonesia yang kita gunakan memiliki keterbatasan kata dan bahasa. Namun, keterbatasan bahasa bukanlah sebagai sebuah sentimen melainkan sarana yang memumpuni untuk terus menelaah, mengkaji, menelusuri, menginternalisasi dan memaknai maksud kekedalam pemaknaan kesejatian manusia Suku  Mee. Istilah penyebutan dan penamaan suku Mee ini diberikan oleh masyarakat mee sendiri untuk menyebut dirinya sendiri berdasarkan filosofi pegangan nilai-nilai, adat dan kebiasaan hidup yang merupakan bagian dari kehidupannya dan yang tidak dapat terlepaskan dari dalam ruang kehidupannya sebagai kesejatian kemanusian Suku Mee. Penyebutan nama lain untuk suku Mee diberikan oleh orang lain dari luar sukunya tetapi Suku Mee menyebut dirinya sebagai manusia sejati  oleh sukunya sendiri menyebut dirinya. Suku Mee secara geografis terletak di bagian barat wilayah pegunungan Papua.

Sebagaimana manusia sejati Mee menyebut dirinya telah hidup dalam kebudayaan dengan nilai-nilai yang adalah ajaran-ajaran kehidupan yang bersumber dari Ugatame. Maka, Ugatame (Pencipta manusia) merupakan konsep yang lahir dari kebudayaan yang ada jauh sebelum melakukan kontak dengan budaya-budaya atau agama-agama yang baru dan yang datang dari luar. Ugatame yang adalah pencipta manusia Mee  murupakan konsep pemahaman yang kompleks sebagai Tuhan yang merupakan satu-satunya pencipta, sumber dari segalah sesuatu.

Konsep Ugatame (Pencipta Manusia) sebagai sebuah konsep yang ada, bertumbuh dan berkembang dalam tradisi kebudayaan Suku Mee tidak terlepas dari irama perjalanan kehidupan mereka yang mereka jalani dan hidupi. Maka, Ugatame merupakan konsep atau sebuah paradigma berpikir yang kemudian tercanankan dalam benak setiap orang dalam kebudayaan Suku Mee yang adalah manusia sejati itu. Manusia Suku Mee meyakini bahwa yang menguasai bumi dan langit serta segalah isinya adalah Ugatame. Ugatame yang dalam anggapan kebudayaan Suku Mee adalah yang tidak ada yang lain selain diri-Nya yang disebut sebagai Ugatame yang adalah Sang pencipta manusia yang ulun, tulen.

Konsep Ugatame Dalam Kebudayaan Suku Mee

Agama tradisional Suku Mee sudah berkembang dan bertumbuh subur di dalam kebudayaan Suku Mee. Kebudayaan Suku Mee meyakini bahwa alam semesta merupakan kitab kehidupan. Kitab kehidupan yang adalah alam semesta mengatakan, mengajarkan kepada manusia di Suku Mee untuk menyebut siapakah yang menciptakan manusia Mee. Maka, Manusia sejati Mee menyebut pencipta sebagai Ugatame (pencipta manusia), Wadomee (Manusia Di atas) Poyamee (Manusia Ajaib), Pupu-Papa Mee (Manusia Cahaya), Initai (Bapa Kami). Penyebutan nama pencipta diatas ini lahir dari dalam kebudayaan tradisional agama-agama Suku yang berdasarkan penekanannya masing-masing yang kurang dan lebihnya berkembang dan bertumbuh subur dalam rangkain perjalanan kehidupan kemanusiaan kesejatian Mee. Kemanusiaan dan kesejatian manusia Mee adalah manusia yang benar-benar manusia yang diciptakan Ugateme berdasarkan kekuatan kemanusiaan dan kesejatian itu. Oleh karena itu, kita akan melihat lebih jauh kedalam tentang kemanusiaan dan kesejatian Suku Mee dengan mengulas Ugatame yang adalah sumber kekuatan manusia Mee.

Ugatame Sebagai Pencipta

Ugatame berasal dari dua Suku kata ‘Ugata‘ dan ‘Mee‘. Ugata adalah menulis, melukis, dengan tangannya sendiri sedangkan Mee adalah manusia. Jadi, Ugatame adalah pencipta manusia. Arti kata Ugata berkonotasi masa lampau, Ia yang menulis, melukis dengan tangannya dimasa lalu. Ugata pula bermakna masa kini dan masa depan. Ia menulis, melukis di masa lalu, lukisan itu tetap terlukis di masa kini dan akan terus terlukis di masa depan. Sedangkan, arti Mee berarti Manusia. Manusia yang hanya bukan sekedar manusia tetapi manusia yang di dalamnya telah dilengkapi dengan keunikan-keunikan kekuatannya. Keunikan kekuatan manusia Suku Mee yang di ciptakan Ugatame adalah dimi (akal). Dimi merupakan kekuatan utama yang diciptakan Ugatame. Dimi adalah kakak. Dalam pelapalan kita bahasa daerah Suku Mee sering diutarakan adalah dimi akauwai awi (jadikan pikiran sebagai kakak). Pikiran adalah kakak maka Suku Mee sangat menghargai pikiran adalah yang utama dari segalah sesuatu. Dengan menjadikan pikiran sebagai kakak bukan berarti bahwa mengabaikan yang lainnya tetapi di dalam akal terkandung pula hati dan tindakan. Pikiran adalah rangkuman dari keseluruhan dari hati dan tindakan. Maka, pikiran sebagai penentu atas hati dan tindakan dari manusia. Lebih lanjut, filosofi dari Suku Mee dirangkainkan dalam tiga kata kunci. Pertama; dou (melihat), kedua; gai (berpikir), ketiga; ekowai (bekerja). Kemudian, ditambah satu filosofi ewanai (menjaga). Berdasarkan beberapa landasan filosofis mendasar di atas maka manusia Mee disebut manusia sejati. Jadi, manusia sejati Mee adalah manusia yang berpotensial. Maka, manusia sejati Mee adalah karya ciptaan tangan-Nya Ugatame. Ia dengan tangan-Nya sendiri menciptakan manusia Mee maka ugatame yang adalah pencipta manusia Mee tidak jauh dari dalam kehidupan mereka. Sebab, manusia Mee meyakini dan berpemahaman bahwa Ugatame ada dalam kebudayaannya yang telah lama hidup bersama-sama dengan manusianya.

Pandangan eksistensi mendasar tentang Ugatame  berada di dalam kehidupan transenden tetapi juga dalam kehidupan imanen yang dibawah dan itu merupakan suatu ungkapan kepercayaan bahwa Ugatame ada dalam kehidupan mereka. Maka, mereka menyebut Ugatame yang di atas dengan sebutan ‘Wadomee‘ atau Manusia Atas. Manusia Atas merupakan tempat (lebih kepada situasi yang di gambarkan) untuk bertakhta-Nya Ugatame. Kekayinan Ugatame yang transenden dan imanen merupakan benar-benar suatu keyakinan yang lahir dari agama tradisional Suku Mee. Mereka yang adalah manusia Suku Mee menyebut Tuhan yang adalah pencipta itu ada di atas tetapi juga mereka meyakini bahwa Wadomee juga ada di dalam kehidupan mereka. Alam Semesta menurut keyakinan orang Mee bahwa itu merupakan perwujudan dari ‘Wadome‘. Jadi, kosmos adalah tampak lain dari Tuhan Atas. Tuhan atas yang dimaksud Suku Mee adalah Tuhan yang terpisah dengan kehidupan manusia yang berada dan tinggal jauh dari kehidupan mereka melainkan Wadomee yang dimaksud Suku Mee adalah sebutan atas kemahakuasaan Tuhan atas karya yang maha dasyat. Kedahsyatan kemahakuasaan Wadomee tidak dapat di selami, ditelusuri, ditelaah, dimengerti melainkan hanya boleh di alami, dirasakan dan dinikmati kehadiran-Nya melalui karya tulisan atau lukisan dengan tangan-Nya. Maka, Ugatame adalah yang benar-benar pencipta dan ada dalam kebudayaan suku Mee.

Selain, penyebutan Ugatame sebagai pencipta manusia dan Wadomee yang adalah penyebutan Tuhan yang di atas maka selain dari kedua penyebutan di atas pencipta disebut juga sebagai ‘Poyamee’ atau Manusia Ajaib. Manusia ajaib adalah manusia yang bisa melakukan segalah sesuatu. Dia adalah pribadi pembuat segala sesuatu. Dalam pengertian lain adalah bahwa serbah bisa. Ia tidak hanya menciptakan manusia dalam alam semesta tetapi Ia juga adalah yang menciptakan ajaran-ajaran tradisional yang berkembang di dalam kebudayaan Suku Mee itu sendiri. Manusia ajaib adalah manusia yang ada dimana-mana, manusia ane. Dia ada dan bereksistensi dalam segala. Maka, manusia Mee ketika mereka berhadapan dengan ciptaan yang lainnya maka mereka sangat menghargainya dengan menjaga. Sebab, manusia Mee memahami, meyakini bahwa di dalam segala sesuatu itu merupakan tempat bertakhta-Nya Ugatame yang adalah pencipta itu sendiri. Pemahaman bahwa Tuhan ada dalam pepohonan, rerumputan, bebatuan, sungai-sungai, gunung-gunung, bukit-bukit, gua-gua, bahkan Tuhan ada dalam hewan-hewan sekalipun maka manusia Suku Mee akan menjaga dengan sebaik-baiknya keutuhan alam ciptaan Tuhan. Sebab, manusia Mee meyakini bahwa manusia Mee itu berasal dari alam semesta yang adalah bentuk lain atau tempat berkhta-Nya Tuhan dan alam semesta hasil ciptaan Tuhan itu adalah manusia Mee itu sendiri. Jadi, kita adalah yang berasal dari Ugatame sebagai satu pencipta.

Kesejatian kemanusiaan Suku Mee menyebut Ugatame (Pencipta Manusia) pula dengan Initai (Bapa Kami). Initai adalah bapa kami, kami punya bapa. Bapa kami adalah bapa bagi semua. Kami memandang bapa kami sebagai bapa bagi Suku Mee. Bapa yang menciptakan, bapa yang memelihara, bapa yang juga adalah merawat. Bapa kami adalah Dia yang ada dalam segala sesuatu. Bapa kami ada di dalam manusia yang adalah karya lukisan tangan-Nya, bapa kami ada di dalam bumi, serta tumbuh-tumbuhan, bapa kami adalah yang ada di dalam hewan-hewan dan bapa kami adalah yang ada di dalam langit. Bapa kami itu tidak berada jauh dari kami manusia Mee dan alam ciptaannya. Bapa kami itu ada dan hidup bersama kami manusia. Jadi, filosofi manusia Mee yang sudah di uraikan awal dou (melihat), gai (berpikir), ekowai (bekerja) dan ewanai merupakan yang bersumber dari Tuhan maka tindakan manusia Mee didasarkan pada filosofi adalah yang sejakan, hidup dan tinggal dalam Tuhan. Tuhan sendirilah yang berkarya. Bukan lagi manusia karena filosofi di atas adalah initai yang hadir sebagai pengarah, Panuntun arah gerak hidup manusia Mee.

Selain itu, Ugatame disebut Pupu-Papa (sumber Cahaya). Pupu-Papa berarti terang cahaya itu sendiri. Pupu-Papa adalah Dia yang menciptakan siang, terang, cahaya dan matahari. Sehingga, kebudayaan Suku Mee menyebutnya matahari sebagai Ugatame ha peka (Mata Tuhan). Mata Tuhan yang sedang melihat kita sebagai manusia ciptaan tangan-Nya. Maka, manusia Suku Mee selalu berhati-hati dalam melihat, berpikir, bekerja/bertindak, dan dalam menjaga segalah ciptaan karya tangan Ugatame. Sebab, Suku Mee meyakini bahwa matahari adalah mata Ugatame sendiri yang sedang melihat manusia yang ada dalam dunia. Maka, manusia Mee memiliki nilai-nilai leluhur penting yang terkandung di dalam setiap ungkapan kata dan kalimat maka ketika matahari adalah mata Tuhan yang melihat maka manusia Suku Mee selalu Berhati-hati untuk melangkah dan bertindak. Jadi, untuk melangkahkan kami saja mereka selalu berpikir bahwa barang-barang apa yang saya injak ataupun langgar dan barang-barang apa saja yang saya harus injak. Bahkan sampai bekerja saja berpikir dua kali tetapi jauh sebelum itu bahwa meminta izin sebelum melakukan segala sesuatu. Sebab, manusia Suku Mee meyakini bahwa di dalam segalah sesuatu merupakan tempat bertakhta-Nya Ugatame (pencinta manusia).

(Bersambung ke Bagian II: Klik!).

 

Yusuf Dogomo adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur Abepura, Jayapura. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *