Jakarta, DogiyaiPos.com — Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Merauke mengecam keras tanggapan Pemerintah Indonesia atas surat sembilan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke.
Dalam siaran pers bersama yang dirilis, Solidaritas Merauke menyatakan bahwa tanggapan pemerintah yang disampaikan pada 6 Mei 2025 dinilai mengabaikan inti persoalan dan tidak menjawab secara langsung tudingan serta permintaan klarifikasi yang diajukan oleh para Pelapor Khusus. Padahal, para Pelapor telah secara resmi menyurati baik Pemerintah Indonesia maupun perusahaan PT Global Papua Abadi (PT GPA), yang menjadi pelaksana proyek, guna meminta keterangan atas laporan pelanggaran yang diterima PBB.
“Pemerintah tidak memberikan klarifikasi yang konkret dan justru membantah dugaan pelanggaran tanpa menyentuh realitas empiris di lapangan. Peristiwa pelanggaran HAM dan lingkungan hidup di Merauke masih terus terjadi,” bunyi pernyataan dalam siaran pers tersebut.
Solidaritas Merauke menilai, jawaban pemerintah cenderung menghindari substansi pertanyaan dan memperlihatkan keengganan menyelesaikan masalah yang terjadi akibat kebijakan PSN di wilayah adat Papua. Mereka menilai tanggapan itu bertentangan dengan konstitusi Indonesia, rekomendasi Komnas HAM, dan standar HAM internasional.
Koalisi masyarakat sipil juga menyatakan keraguan terhadap komitmen pemerintah Indonesia dalam memajukan dan melindungi HAM di bawah kerangka hukum internasional, khususnya jika proyek-proyek strategis seperti PSN Merauke terus dilanjutkan tanpa akuntabilitas.
Sebagai tindak lanjut, Solidaritas Merauke mendesak para Pelapor Khusus PBB untuk melakukan pemantauan langsung atas situasi HAM dan lingkungan di Merauke. Mereka juga meminta para Pelapor mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan PSN guna mencegah meluasnya pelanggaran di wilayah lain yang terdampak kebijakan serupa.
Sejumlah dokumen yang menjadi dasar siaran pers ini dapat diakses secara publik, antara lain:
- Surat Pelapor Khusus PBB ke Pemerintah Indonesia: bit.ly/SpecialRapporteurLettertoIndonesia
- Surat Pelapor Khusus PBB ke PT GPA: bit.ly/SpecialRapporteurLetter
- Surat Tanggapan Pemerintah Indonesia: bit.ly/IndonesiaGovermentResponseLetter
Sebelumnya, sejak awal Maret 2025, sembilan Pelapor Khusus mengirim surat resmi kepada pemerintah dan perusahaan pelaksana PT Global Papua Abadi (GPA), mendesak klarifikasi apakah proyek sudah memperoleh persetujuan bebas, informasi lengkap, dan tanpa tekanan (FPIC), serta meminta pemerintah mempertimbangkan penghentian proyek bila dibutuhkan. Namun, pemerintah menyatakan proyek masih memenuhi regulasi nasional, termasuk AMDAL dan persetujuan masyarakat lokal—meskipun survei dan klaim masyarakat adat menunjukkan sebaliknya.
Solidaritas Merauke juga menyerukan pemantauan langsung oleh Pelapor Khusus PBB di lapangan serta menekan pemerintah untuk segera menghentikan PSN Merauke. Menurut mereka, jika proyek terus berlanjut tanpa akuntabilitas, risiko pelanggaran HAM dan kerusakan ekologis akan semakin mengkhawatirkan.
Siaran Pers
English:
Civil Society Response to the Indonesian Government’s Reply to the Letter from Nine UN Special Rapporteurs Regarding the Merauke National Strategic Project
Nine United Nations Special Rapporteurs, under the Special Procedure Mechanism, have formally communicated with the Government of Indonesia and PT Global Papua Abadi (GPA), a company involved in the Merauke National Strategic Project (NSP). The Special Rapporteurs raised serious concerns regarding alleged human rights and environmental violations associated with the project. They requested detailed responses from both parties, including clarifications and an assessment of the possibility of halting the project. The Government of Indonesia submitted its official reply on 6 May 2025.
Solidaritas Merauke expresses its deep concern regarding the Government of Indonesia’s response, which appears to deny the documented and ongoing human rights and environmental violations associated with the Merauke NSP. This denial lacks empirical grounding, as the reported incidents continue to occur. Rather than addressing the substance of the concerns raised, the Government’s reply diverts from the core issues and fails to provide the clear and relevant clarifications requested by the UN Special Rapporteurs.
The Government’s response demonstrates a reluctance to resolve the issues at hand and, instead, risks perpetuating systemic human rights and environmental violations stemming from the Merauke NSP, violations that are now affecting areas beyond Merauke. Solidaritas Merauke considers this response to be deeply problematic and unacceptable, as it contravenes Indonesia’s constitutional obligations, disregards the recommendations of the National Commission on Human Rights (Komnas HAM), and falls short of international human rights standards. These shortcomings raise serious doubts about the Government’s commitment to promoting and safeguarding human rights within the framework of its international legal obligations.
Solidaritas Merauke urges the UN Special Rapporteurs to conduct direct monitoring of the alleged human rights and environmental violations occurring in Merauke, Papua. We further call the UN Special Rapporteurs to press the Government of Indonesia to halt the implementation of the Merauke NSP to prevent further widespread human rights violations and environmental harms in Merauke and other affected areas.
Indonesian:
Respon Masyarakat Sipil Atas Tanggapan Pemerintah Terhadap Surat Sembilan Pelapor Khusus PBB Mengenai Proyek Strategis Nasional Merauke
Sembilan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Special Procedure Mechanism) menyurati pemerintah Indonesia maupun perusahaan PT Global Papua Abadi yang terlibat dalam Proyek strategis Nasional Merauke. Para Pelapor khusus menyoroti dugaan dan dampak pelanggaran Hak Asasi Manusia dan lingkungan hidup akibat PSN Merauke. Kesembilan Pelapor Khusus PBB telah meminta tanggapan baik dari Pemerintah Indonesia maupun PT Global Papua Abadi untuk memberikan klarifikasi termasuk menganalisis kemungkinan untuk menghentikan Proyek Strategis Nasional. Pada tanggal 6 Mei 2025 Pemerintah Indonesia memberikan tanggapan.
Solidaritas Merauke menilai pemerintah Indonesia telah membantah informasi dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan hidup yang terjadi, bantahan tanpa realitis empirik sebab peristiwa hingga saat ini masih terjadi. Pemerintah Indonesia berusaha menghindari permintaan informasi atau klarifikasi dari para pelapor khusus PBB dengan memberikan jawaban yang tidak berhubungan langsung dengan masalah yang terjadi.
Tanggapan pemerintah memperlihatkan keengganan pemerintah menyelesaikan masalah yang terjadi dan memperpanjang permasalahan HAM dan lingkungan yang terjadi dari kebijakan PSN Merauke yang juga telah menjangkau tempat lain di luar Merauke. Tanggapan tersebut kami nilai bermasalah dan tidak dapat diterima, bertentangan dengan hukum konstitusi Indonesia, bertentangan dengan rekomendasi Komnas HAM terkait PSN Merauke dan bertentangan dengan standar HAM internasional. Kami meragukan komitmen pemerintah untuk memajukan dan melindungi HAM sesuai kerangka hukum HAM internasional jika program PSN masih terus dilanjutkan.
Solidaritas Merauke mendesak para Pelapor Khusus PBB untuk melakukan tindakan pemantauan secara langsung atas informasi-informasi pelanggaran ham dan lingkungan hidup di Merauke, Papua. Kami juga meminta para mandat special rapporteur mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan PSN guna mencegah terjadinya peristiwa pelanggaran HAM dan lingkungan hidup yang semakin luas di Merauke dan tempat lainnya.
(BT/Admin)