Jayapura, DogiyaiPos — Komite Nasional Papua Barat (KNPB) secara resmi mengecam keras tindakan penyiksaan brutal yang dialami oleh empat aktivisnya di Yahukimo, Papua. Mereka adalah Deko Kobak, Jek Amohoso, Sinduk Kobak, dan Ronald, yang ditangkap secara ilegal dan mengalami penyiksaan berat oleh anggota TNI Marinir pada Sabtu malam, 12 Juli 2025.
Menurut rilis pers yang disampaikan KNPB, penangkapan terjadi tanpa surat perintah maupun dasar hukum yang sah. Para aktivis ditangkap dari sekretariat KNPB Yahukimo oleh puluhan anggota Marinir, kemudian dipukuli, diikat, dilakban matanya, dan dilempar ke dalam mobil dalmas. Dalam perjalanan menuju Koramil, mereka kembali dihajar hingga dua orang mengalami trauma berat dan buang air kecil karena ketakutan.
Setibanya di Koramil Yahukimo, keempatnya diduga disiksa selama kurang lebih empat jam. Mereka ditendang, dipukul, dilakban wajahnya, hingga direndam ke dalam drum berisi air sembari dipaksa mengaku sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Jek Amohoso disebut menerima perlakuan paling kejam dan dipisahkan dari yang lain selama proses penyiksaan.
Penyiksaan berlanjut ketika mereka dipindahkan ke Polres Yahukimo pada pukul 03.00 WIT. Di sana, menurut KNPB, rambut dan jenggot para korban dibakar menggunakan korek api. Meskipun mereka sempat dibawa ke rumah sakit, layanan medis yang diberikan hanya sebatas penjahitan luka tanpa perawatan lanjutan.
Akibat kekerasan ini:
- Deko Kobak mengalami robekan di bagian dagu dan kesulitan makan,
- Jek Amohoso harus menjalani jahitan di kepala,
- Sinduk Kobak dan Ronald menderita luka serius dan kesulitan berdiri.
KNPB menilai tindakan ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, serta pelanggaran berat terhadap hukum nasional dan internasional. Dalam pernyataannya, organisasi ini menegaskan bahwa selama pendekatan militer terus digunakan untuk membungkam aspirasi politik rakyat Papua, maka kekerasan seperti ini akan terus terjadi.
KNPB mengajukan tuntutan sebagai berikut:
- Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut diminta segera menarik pasukan marinir dari wilayah sipil Papua, termasuk Yahukimo.
- Kapolri dan Komnas HAM didesak untuk mengusut tuntas kejadian ini melalui penyelidikan independen.
- Kejaksaan Agung Republik Indonesia diminta memproses pelaku dalam peradilan umum, bukan peradilan militer.
- Komite PBB Melawan Penyiksaan (CAT) dan Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan didorong melakukan penyelidikan langsung terhadap praktik penyiksaan sistematis oleh aparat negara Indonesia di Papua.
Tindakan yang dilakukan aparat, menurut KNPB, melanggar sejumlah hukum dan konvensi:
- Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat,
- Pasal 421 KUHP mengenai penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara,
- Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
- Konvensi Anti Penyiksaan PBB, yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
“Selama militerisme dijadikan alat utama dalam merespons aspirasi politik damai rakyat Papua, maka kekerasan, penyiksaan, dan pembunuhan akan terus berlangsung,” tegas Lince Tabuni, Kepala Komisariat Hukum dan HAM KNPB Pusat.
KNPB menyatakan tidak akan tinggal diam. Mereka menegaskan bahwa suara rakyat Papua tidak bisa dibungkam oleh senjata dan mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan adil tanpa impunitas. (BT/Admin)